Skip to main content

No more after five, part 1 : Belajar di Swedia

Hi!

It's been one heck of a rollercoaster journey since I arrived in Sweden to study. Since the journey is so challenging yet exciting at the same time, I don't even know where to start to write about my story as an international student here. Since this information might be more helpful for you, my fellow Indonesian, who wants to study abroad (especially in Sweden), I am gonna write in Bahasa this time (this is time for you to learn Bahasa Indonesia, my dear fellow Chalmerists :p).

Oke! Kita mulai ya! Biar topiknya tersusun agak rapi dan nggak membingungkan, mungkin saya bagi tulisan ini menjadi beberapa bagian ya!

Itu pintu masuk kampus tercinta. Tapi gedung Titis is 20 menit jalan kaki dari situ :(

Belajar di Swedia

Belajar di Swedia adalah pilihan pertama saya (dan satu satunya pilihan saya) sebelum saya memutuskan untuk daftar LPDP. Sebenarnya untuk mendaftar kuliah di Swedia itu nggak terlalu sulit dan nggak ribet karena sistemnya semua sudah terintegrasi dengan rapi. Kalian bisa cek di universityadmissions.se dan cek juga di masing-masing program kampus tujuan kamu di Swedia. Untuk kenalan-kenalan saya dari Indonesia sih kebanyakan belajar di Chalmers, KTH, Lund, Uppsala, Umeå. Tapi ada juga yang jadi orang Indonesia sendirian di Gothenburg University dan University of Borås. Sebenarnya masih banyak universitas di Swedia seperti Jonkoping University, Linkoping University, Sophia Hemmett Academy, Linnaeus University. Tapi gatau ini karena saya aja yang gak gaul atau gimana, tapi nggak ada kenalan di sana sih. Hehe maaf ya!


Kenapa Swedia?


Oh ya, kalau ditanya. Kenapa Swedia sih? Well sebenarnya kalau saya pribadi sih memilih negara yang nggak banyak orang Indonesia-nya, trus bahasa pertamanya bukan bahasa Inggris, tapi orang-orangnya bisa bahasa Inggris. Kenapa? Untuk menantang diri saya sendiri di tengah lingkungan internasional, belajar bersama dari berbagai sudut pandang dari banyak orang yang berlatar belakang berbeda. Selain itu, pendidikan di Swedia semuanya merujuk pada tujuan akhir yaitu sustainability (keberlanjutan). Jawaban sok diplomatis saya ya karena saya memang pengen belajar untuk dapat bekerja atau berwirausaha namun dengan sudut pandang pembangunan berkelanjutan.

So far boring ya? YA! Semoga kamu masih kuat baca yang boring-boring ya! Kalau males baca yang boring, tenang, sudah disiapin post berikutnya yang lebih seru.

Gimana Kurikulumnya?


Kurikulum di sini beda dengan Indonesia. Dalam satu semester di sini, siswa (cuma) belajar 2-4 mata kuliah (tapi 30 sks sih). Dalam satu semester juga terbagi menjadi 2 periode. Dalam satu periode mahasiswa (cuma) belajar 1-2 mata kuliah aja. Jadi, buat kamu semua, mahasiswa Indonesia yang dalam satu semester belajar 24 sks dengan 6-8 mata kuliah, KAMU HEBAT, NAK!

Belajar di sini juga hampir semua terintegrasi dalam mobile app dan web page. Semua materi diupload oleh dosen di mobile app namanya Pingpong. Jadi di manapun kamu berada, kamu bisa akses materi kuliah, jadwal, bacaan seminar, presentasi dosen dari smartphone kamu. Udah nggak ada alasan lagi buat nggak belajar (kecuali males, hahaha!).

Belajar di mana aja bisa, termasuk di bawah discoball.

Apa lagi yang beda dari belajar di Swedia? Okidoki baca di post berikutnya yaa :)

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Jogja Berhati Mantan : Versi Titis

Diawali dengan slogan Jogja, Jogja Berhati Nyaman. Ada yang punya ide untuk membuat beberapa tulisan yang menggunakan plesetan dari slogan itu menjadi Jogja Berhati Mantan. Beberapa waktu yang lalu saya baca artikel tentang Jogja Berhati Mantan  klik di sini  dan ada juga di sini  yang sukses mendefinisikan Jogja secara relevan. Dari artikel itu saya juga jadi pengen nulis tentang Jogja versi saya, perantau dari kota sebelah yang pindah ke Jogja 6 tahun yang lalu. Prolog. 9 April 2010. Keputusan untuk pindah ke Yogyakarta merupakan keputusan yang tidak sulit, karena saya sudah sering ke Yogyakarta hanya untuk main atau keperluan keluarga. Namun saya tidak pernah sesungguhnya memahami, mengapa kakak saya yang sudah lebih dahulu pindah ke Yogyakarta di tahun 2002 jadi jarang pulang ke rumah dan memilih untuk tinggal di Jogja, bahkan ketika libur. Hari itu saya pindah ke yogyakarta dengan alasan akan mengikuti kelas khusus persiapan ujian ...

Growing Up with The Delusional Giants

I am writing this blogpost without any specific intention as in : I am not hoping for any kind of sympathy, help, or anything, since now I am doing just fine. I just feel like writing is one of numbers of ways to express and to let go of things. However, as usual, you are always welcome to drop a comment or question if you want to. Here is a blog about how it feels like to grow up feeling small at most times. Yes, I am tiny in size. I won't deny the truth that I can still fit in my junior high school uniform last time I tried it during summer break (my fellow Indonesians : what I mean is that legendary plaid Tarakanita uniform hehehe). *** If you happen to know me during my childhood until high school, I would guess that you might noticed that other than being tiny, I am different in one other prominent thing : skin. I am fortunate enough to be healthy at most times, but I have severe allergies on my skin which makes it easily hurt by just insect bites or accidental...