Skip to main content

No more after five, part 2 : 10 trivia singkat tentang keunikan belajar di Swedia

Hi!

Ini lanjutan dari post sebelumnya ya :) 



10 trivia singkat tentang keunikan belajar di Swedia


1. Dikit - dikit pake kartu
Ada kartu ID sekolah yang bisa dipakai sebagai kartu uang, ada kartu perpustakaan, ada kartu kunci pintu.







2. Panggil dosen langsung pakai nama
Nggak ada tuh kayak di film Harry Potter manggilnya Professor Snape haha. Di sini manggilnya langsung pakai nama depan. Nggak ada juga pak bu mba mas bang ade gitu deh.

3. Seminggu bisa aja gitu tugasnya disuruh baca paper belasan judul dan nontonin Youtube
Ya. This is real. And super fun actually. Biasanya papernya sih sekitar 7 - 35 halaman, bervariasi. Video youtube nya biasanya dari TED atau dari website-website online lecture.

4. Dikit - dikit istirahat
Budaya belajar di sini setelah satu jam sampai satu setengah jam selalu ada break singkat selama 10-20 menit.

5. Suka banget presentasi
Tugas-tugas di sini banyak banget yang selalu diselipi tugas presentasi. Bagus sih, jadi belajar komunikasi.


Presentasi pertama Titis di bulan September yang lalu, pakai batik warna matching dengan warna poster. Itu posterku yang potrait.


6. Jarang ada lampu warna putih
Belajar di ruang manapun di sini jarang banget ada yang menyediakan lampu warna putih. Kalau kata anak arsitek sih cool white (hayo anak Atma, inget tata cahaya bersama pak Djoko). Kebanyakan lampunya warnanya warm white.

7. Banyak orang bawa bekal
Kalau makan siang di Indonesia kita selalu buru-buru lari ke kantin dan jajan, di sini orang buru-burunya ke ruang microwave buat panasin makanan karena hampir semua orang bawa bekal.



Regular lunchtime in Summer (sekarang sih mager di dalem ruangan)


8. Dikit - dikit fika
Fika adalah istilah istirahat, ngopi, ngobrol, sambil ngemil makanan manis. Sebagai pendamping poin nomor 4 tadi, biasanya anak-anak sini bela-belain lari ke cafe buat beli kopi pas istirahat supaya seger lagi waktu mulai kuliah. Fika terbanyak Titis selama sehari : 7x.


Regular fika : Kopi dan Cinnamon Bun 20 kr saja.


9. Toleransi waktu
Dibandingkan negara lain yang pernah saya kunjungi, orang Swedia termasuk yang sangat sangat toleran terhadap anak telat. Kalau kejadian di negara lain mungkin kalau sudah waktunya ya sudah mulai mulai aja gitu, kalau di sini, biasanya anak yang belum datang ditunggu 10-15 menit kemudian mulai bersama-sama. Tapi jarang sih orang telat di sini.


10. Paling nggak suka kalau harus belajar lebih dari jam 5 sore.
Kuliah biasanya mulai jam 8 kemudian selesai jam 5 sore (dengan banyak istirahat di tengahnya). Biasanya, kalau sudah jam 5 sore, anak-anak berhamburan pulang dan nggak mau belajar lagi. Jika harus lembur atau belajar lebih dari jam 5 biasanya cuma terjadi waktu akan ujian atau pengumpulan deadline. Tapi yang pasti, anak-anak di sini nggak suka kalau belajar lebih dari jam 5 sore.



Okay that's it for now!

Vi ses,


T

Comments

Popular posts from this blog

No more after five, part 1 : Belajar di Swedia

Hi! It's been one heck of a rollercoaster journey since I arrived in Sweden to study. Since the journey is so challenging yet exciting at the same time, I don't even know where to start to write about my story as an international student here. Since this information might be more helpful for you, my fellow Indonesian, who wants to study abroad (especially in Sweden), I am gonna write in Bahasa this time (this is time for you to learn Bahasa Indonesia, my dear fellow Chalmerists :p). Oke! Kita mulai ya! Biar topiknya tersusun agak rapi dan nggak membingungkan, mungkin saya bagi tulisan ini menjadi beberapa bagian ya! Itu pintu masuk kampus tercinta. Tapi gedung Titis is 20 menit jalan kaki dari situ :( Belajar di Swedia Belajar di Swedia adalah pilihan pertama saya (dan satu satunya pilihan saya) sebelum saya memutuskan untuk daftar LPDP. Sebenarnya untuk mendaftar kuliah di Swedia itu nggak terlalu sulit dan nggak ribet karena sistemnya semua sudah terint...

Jogja Berhati Mantan : Versi Titis

Diawali dengan slogan Jogja, Jogja Berhati Nyaman. Ada yang punya ide untuk membuat beberapa tulisan yang menggunakan plesetan dari slogan itu menjadi Jogja Berhati Mantan. Beberapa waktu yang lalu saya baca artikel tentang Jogja Berhati Mantan  klik di sini  dan ada juga di sini  yang sukses mendefinisikan Jogja secara relevan. Dari artikel itu saya juga jadi pengen nulis tentang Jogja versi saya, perantau dari kota sebelah yang pindah ke Jogja 6 tahun yang lalu. Prolog. 9 April 2010. Keputusan untuk pindah ke Yogyakarta merupakan keputusan yang tidak sulit, karena saya sudah sering ke Yogyakarta hanya untuk main atau keperluan keluarga. Namun saya tidak pernah sesungguhnya memahami, mengapa kakak saya yang sudah lebih dahulu pindah ke Yogyakarta di tahun 2002 jadi jarang pulang ke rumah dan memilih untuk tinggal di Jogja, bahkan ketika libur. Hari itu saya pindah ke yogyakarta dengan alasan akan mengikuti kelas khusus persiapan ujian ...

Growing Up with The Delusional Giants

I am writing this blogpost without any specific intention as in : I am not hoping for any kind of sympathy, help, or anything, since now I am doing just fine. I just feel like writing is one of numbers of ways to express and to let go of things. However, as usual, you are always welcome to drop a comment or question if you want to. Here is a blog about how it feels like to grow up feeling small at most times. Yes, I am tiny in size. I won't deny the truth that I can still fit in my junior high school uniform last time I tried it during summer break (my fellow Indonesians : what I mean is that legendary plaid Tarakanita uniform hehehe). *** If you happen to know me during my childhood until high school, I would guess that you might noticed that other than being tiny, I am different in one other prominent thing : skin. I am fortunate enough to be healthy at most times, but I have severe allergies on my skin which makes it easily hurt by just insect bites or accidental...